Terkuak! Ini Mekanisme ‘Goreng Saham’ Tersangka Jiwasraya

Aksa Adhitama
7 min readOct 19, 2020

--

Jakarta, Direktorat Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tersangka baru dalam penyidikan perkara tindak pidana korupsi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

Sebelumnya Kejagung sudah menetapkan tersangka 13 perusahaan manajer investasi (MI) dan 1 mantan pejabat Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Tersangka baru yakni PR (Piter Rasiman), Direktur Utama PT Himalaya Energi Perkasa Tbk (HADE). Himalaya adalah emiten yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode saham HADE dan sebelumnya bernama PT HD Capital di bisnis sekuritas.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono mengatakan penetapan itu lantaran yang bersangkutan bersama-sama melakukan tidak pidana korupsi dengan para tersangka atau terdakwa yang sudah disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Tersangka yang dimaksud adalah Joko Hartono Tirto, Direktur PT Maxima Integra, yang kini berstatus terdakwa.

Hari menjelaskan, dugaan keterlibatan PR adalah tersangka ini membuat perusahaan untuk digunakan pengaturan investasi yang dilakukan oleh para terdakwa dengan menggunakan uang yang berasal dari Jiwasraya.

Baca juga : Bentjok Dituntut Bui Seumur Hidup Ganti Rugi Rp 6 Triliun

“Oleh karena itu, setelah penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup, maka pada hari ini ditetapkan tersangka atas nama PR,” kata Hari, dalam keterangan pers di Gedung Bundar, Kejagung, Jakarta, Senin malam (12/10/2020).

Tersangka melakukan tindak pidana korupsi dengan pasal sangkaan ke satu primer pasal 2 ayat 1 UU 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor.

Subsider pasal 3 UU 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor junc to pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP

Kemudian terhadap tersangka juga disangkakan tentang pencucian uang dengan sangkaan pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 atau pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010.

“Terhadap tersangka pada hari ini [Senin] juga akan dilakukan upaya paksa berupa penahanan dengan jenis penahanan rutan terhitung mulai Senin 12 Oktober 2020 dan akan ditempatkan di rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan,” ujar Hari.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono, dalam keterangan resminya, menjelaskan alasan penetapan tersangka baru Piter Rasiman (PR).

Pada kurun waktu 2008–2018, tersangka PR bersama dengan Joko Hartono Tirto (tersangka dalam berkas terpisah, Direktur PT Maxima Integra) melakukan pertemuan dengan Syahmirwan (tersangka dalam berkas terpisah, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya) dan Hary Prasetyo (tersangka dalam berkas terpisah, mantan Direktur Keuangan Jiwasraya).

Pertemuan digelar di Kantor Jiwasrasya membicarakan pengaturan investasi saham dan reksa dana milik Jiwasraya.

Setelah itu, hasilnya ditindaklanjuti oleh tersangka PR dengan cara mendirikan beberapa perusahaan atas persetujuan dari Heru Hidayat (tersangka dalam berkas terpisah, Komut PT Trada Alam Minera Tbk) dan Joko Hartono Tirto guna pengaturan investasi saham dan reksa dana Jiwasraya.

Beberapa perusahaan yang didirikan di antaranya PT Baramega Persada, PT Dexindo Jasa Multiartha, PT Dexa Indo Pratama, PT Tarbatin Makmur Utama, PT Permai Alam Sentosa, PT Topaz International. dan PT Topaz Investment.

Selanjutnya, tersangka PR melaksanakan pengaturan investasi yang dilakukannya bersama-sama dengan Joko Hartono Tirto baik pembelian atau penjualan saham secara direct di pasar negosiasi melalui broker.

Selain itu juga transaksi juga dilakukan melalui subscription atau redemption melalui manager investasi serta penempatan saham-saham tersebut ke dalam reksa dana adalah untuk dijadikan sebagai portofolio saham milik Jiwasraya.

Beberapa perusahaan yang didirikan di antaranya PT Baramega Persada, PT Dexindo Jasa Multiartha, PT Dexa Indo Pratama, PT Tarbatin Makmur Utama, PT Permai Alam Sentosa, PT Topaz International. dan PT Topaz Investment.

Selanjutnya, tersangka PR melaksanakan pengaturan investasi yang dilakukannya bersama-sama dengan Joko Hartono Tirto baik pembelian atau penjualan saham secara direct di pasar negosiasi melalui broker.

Selain itu juga transaksi juga dilakukan melalui subscription atau redemption melalui manager investasi serta penempatan saham-saham tersebut ke dalam reksa dana adalah untuk dijadikan sebagai portofolio saham milik Jiwasraya.

Kemudian, tersangka PR juga melaksanakan perintah Heru Hidayat, melalui Joko Hartono Tirto yaitu ditunjuk sebagai counter party untuk melakukan pengendalian investasi Jiwasraya.

Caranya, mengatur isi portofolio saham Jiwasraya dengan menentukan jenis, volume dan harga saham serta menentukan broker dan manager investasi mana saja yang akan digunakan dalam investasi Jiwasraya.

Hal ini sesuai dengan kesepakatan dalam pertemuan-pertemuan antara Heru Hidayat dengan Hendrisman Rahim (mantan Dirut Jiwasraya), Hary Prasetyo dan Syahmirwan (masing-masing sebagai tersangka dalam berkas terpisah).

Pun pertemuan dengan Benny Tjokrosaputro (dirut PT Hanson International Tbk) Hary Prasetyo dan Syahmirwan (masing-masing sebagai tersangka dalam berkas terpisah).

Padahal, tersangka PR mengetahui bahwa saham-saham tersebut adalah saham-saham yang dimiliki, terafiliasi dan atau dikendalikan oleh Heru Hidayat dan Benny Tjokro itu berkinerja buruk dan tidak memberikan keuntungan karena mempunyai likuiditas yang rendah dengan adanya manipulasi perdagangan.

Akibat perbuatan tersangka PR bersama-sama dengan Heru Hidayat, Benny Tjokro, Joko Hartono, Hendrisman Rahim, hary Prasetyo, dan Syahmirwan, telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 16.807.283.375.000 atau Rp 16,81 triliun.

Besaran potensi kerugian negara ini sesuai dengan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif dalam Rangka Perhitungan Kerugian Negara Atas Pengelolaan Keuangan dan Dana Investasi pada Asuransi Jiwasraya periode 2008 sampai 2018 BPK RI Nomor: 06/LHP/XXI/03/2020 tanggal 9 Maret 2020.

“Dan untuk mempermudah proses penyelesaian perkara tindak pidana korupsi, tersangka PR juga dilakukan penahanan rumah tahanan negara (rutan) untuk waktu selama 20 hari terhitung sejak 12 Oktober sampai 31 Oktober 2020 dan ditempatkan juga di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan,” tulis Hari dalam keterangan resmi.

Selain PR, Kejagung juga resmi menahan Fakhri Hilmi (FH), mantan Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Fakhri Hilmi juga ditahan terkait dengan kasus dugaan korupsi Jiwasraya.

Fakhri ditahan di rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

“Setelah ditetapkan sebagai tersangka maka setelah dilakukan serangkaian penyidikan baik pemeriksaan bukti berupa saksi ahli, dikaitkan alat bukti lain baik petunjuk maupun keterangan tersangka sendiri maka pada pada hari ini terhadap tersangka FH juga akan dilakukan penahanan,” ujar Hari.

Fakhri Hilmi telah ditetapkan tersangka kasus korupsi Jiwasraya sejak 3 bulan lalu atau tepatnya 25 Juni 2020.

Dia menjadi tersangka dalam kapasitasnya sebagai Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A periode Februari 2014-Februari 2017.

Fakhri disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) UU 31/1999 juncto (jo) UU 20/2001 jo Pasal 56 KUHP. Adapun pasal subsidair yakni Pasal 3 UU 31/1999 jo UU No 20/2001 jo Pasal 56 KUHP.

Hari menjelaskan bahwa penahanan dilakukan pada hari ini berdasarkan keputusan dari penyidik, sesuai dengan hak objektif dan subjektif.

“Sesuai KUHP. Syarat objektif dan subjektif, dan sekarang untuk menghindari tersangka melarikan diri, menghilangkan barang bukti atau mengulangi perbuatannya maka hari ini penyidik melakukan penahanan,” jelasnya.

Sebelumnya Kejagung memaparkan bahwa Fakhri diduga membiarkan praktek ‘goreng’ saham terjadi, meskipun sudah mendapatkan informasi dari pengawas. Fakhri juga diduga tidak memberikan sanksi kepada sejumlah perusahaan yang terlibat dalam praktek goreng saham ini.

“Bahwa akibat dari perbuatan Fakhri yang tidak memberikan sanksi yang tegas terhadap produk reksa dana dimaksud pada tahun 2016 menyebabkan kerugian yang lebih besar bagi Jiwasraya pada tahun 2018 hingga mencapai sebesar Rp 16,8 triliun sesuai LHP BPK RI tahun 2020,” kata Hari.

Di luar penetapan tersangka baru yakni Piter Rasiman, dan penahanannya bersama Fakhri Hilmi (sama-sama jadi tersangka), kelanjutan sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, juga berlanjut.

Sebanyak 4 terdakwa skandal Jiwasraya divonis bui seumur hidup. Vonis itu diketok dalam sidang pembacaan putusan hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (12/10/20) malam.

Keempat terdakwa yang merupakan bagian dari otak persekongkolan jahat ini adalah mantan Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan dan, dan Direktur PT Maxima Integra, Joko Hartono Tirto.

Baca juga : Heru Hidayat Dituntut Bui Seumur Hidup Ganti Rugi Rp 10,7 Triliun

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) Hari Setiyono menjelaskan bahwa sebelum sidang putusan ini, dalam rentang waktu selama kurang lebih 5 bulan telah dilakukan pemeriksaan saksi, hampir 200 orang.

Adapun dua terdakwa lain yakni Benny Tjokro dan Heru Hidayat masih menantikan vonis setelah tuntutan sudah dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

JPU menyatakan, Bentjok dituntut hukuman seumur hidup. Selain itu, Bentjok juga diharuskan mengembalikan uang negara senilai 6 triliun 78 miliar 500 juta (Rp 6,078 triliun).

Heru juga diharuskan membayar uang pengganti sebesar 10 triliun 728 miliar 783 juta 375 ribu rupiah (Rp 10,728 triliun).

Dengan demikian, jumlah ganti rugi keduanya mencapai Rp 16,81 triliun, sama dengan potensi kerugian negara hitungan BPK di kasus skandal ini.

Tersangka baru

Terkait dengan tersangka baru yakni Piter Rasiman, laporan keuangan Himalaya Energi, Desember 2017, mengungkapkan Piter adalah Dirut Himalaya.

Dia mengawali karier sejak 1998–2005 sebagai Direktur di PT Palm Asia Corpora, Tbk (sekarang bernama PT Polaris Investama, Tbk) lalu menjabat sebagai Direktur pada PT Tradindo Megah Lestari dan PT Supra Alam Lestari pada tahun 2001–2006.

Kemudian pada tahun 2009, dia menjabat sebagai Direktur di PT Dinamika Bengawan Chemical. Dia bergabung dengan perseroan pada Februari 2017 sebagai direktur utama.

Manajemen emiten energi dan pembangkit listrik, Himalaya juga buka suara terkait dengan penetapan Piter Rasiman.

“Perseroan tidak mengetahui latar belakang penetapan direktur utama perseroan sebagai tersangka. Perseroan mengetahui adanya penangkapan terhadap Bapak Piter Rasiman dari pemberitaan di media massa,” kata Sigit Suprih Hartono, Direktur Himalaya Energi Perkasa, dalam surat jawaban kepada BEI, dikutip Minggu (18/10/2020).

Dia menegaskan, perseroan juga belum memiliki informasi mengenai perkembangan terkini atas penetapan tersebut, karena sampai saat ini perseroan hanya bisa memantau perkembangan atas penetapan tersebut melalui pemberitaan di media massa.

“Sampai saat ini tidak ada dampak hukum terhadap perseroan dan operasional perseroan berjalan normal seperti biasanya. Sampai saat ini belum ada informasi/kejadian penting lainnya yang material dan dapat mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan serta dapat mempengaruhi harga saham perseroan,” katanya.

--

--

Aksa Adhitama
Aksa Adhitama

Written by Aksa Adhitama

0 Followers

Be Smart, Be Positive, Be Brave

No responses yet